PASURUAN – Dari sekian wilayah di Jawa Timur, Kabupaten
Pasuruan termasuk satu daerah yang paling rawan diserang bencana alam. Dari
tigabelas bentuk bencana yang ada, Kab Pasuruan memiliki sembilan ragam bencana
yang sewaktu-waktu dapat menerjang.
Lebih mendetail, dari kesembilan bentuk bencana yang
berpotensi terjadi di 24 kecamatan wilayah Kab Pasuruan, pada periode 2010-2011
tercatat diantaranya puting beliung terdapat tersebar 23 titik; banjir di 170
titik; longsor 21 wilayah; erupsi gunung berapi (Bromo) terjadi sebanyak 21
kali; tersambar petir terdapat 3 kasus; gempa pada hampir seluruh wilayak
kabupaten; banjir rob setidaknya ada di 3 kecamatan; dan potensi bencana akibat
kegagalan teknologi.
Dari sekian potensi itu, dituturkan oleh Yudha Tri Widya
Sasongko, Kepala BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) Kab Pasuruan, bahwa
bencana banjir, secara kwantitatif merupakan satu potensi bencana terbesar yang
terus menerjang di wilayah Kab Pasuruan.
“Dari tahun ke tahun bencana hydrometeorology (banjir)
paling sering terjadi dan tiap tahun terus meningkat,” ujar Yudha Tri Widya
Sasongko, di sela kegiatan Sosialisasi Perda tentang bencana dan
Pengarusutamaan Penanganan Bencana, di gedung Serba Guna Pemkab Pasuruan.
Selasa (8/11).
Pemerintah mengakui berbagai upaya penanganan untuk
menanggulangi bencana banjir di 170 titik wilayah tersebut masih belum
dapat dilakukan secara optimal. Hingga kini, proses penanganan hanya terbatas
pada upaya tanggap darurat pada saat bencana banjir menerjang.
Lebih jauh, dari evaluasi yang dilakukan BPBD Kab Pasuruan,
persoalan bencana banjir secara mendasar yang harus segera diselesaikan adalah
keterkaitan wilayah hulu yakni pada kawasan hutan yang hingga kini gundul
karena program reboisasi selama ini belum maksimal dan tidak dirasakan
manfaatnya.
Sedangkan terkait upaya antisipasi daerah hilir, seperti
sejumlah kegiatan normalisasi daerah aliran sungai (DAS) dan persoalan
pemukiman atau tata ruang selama ini tidak diperhatikan sepenuhnya.
Hal lain yang juga tidak luput dari upaya pencegahaan adalah
potensi bencana akibat kegagalan tekonologi, menyusul banyaknya jumlah pabrik
yang berdiri dengan menggunakan teknologi baik berupa mesin maupun bahan-bahan
kimia.
“Meskipun belum ada catatan dari bencana akibat kegagalan
teknologi ini, kita tetap berupaya mengantisipasinya,” lanjut Yudha.
Selanjutkan dikatakan, paradigma lama dalam menangani
bencana saat ini harus segera diubah dengan pola penanganan yang lebih modern
dan komprehensif yang melibatkan seluruh komponen dan stakeholder.
Diantara upaya yang dilakukan adalah dengan melakukan dengan
memberikan pelatihan, simulasi bencana dan sosialisasi pentingnya menjaga
lingkungan pada masyarakat secara umum. tj
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
terima kasih telah memberikan komentar pada tulisan ini...