Minggu, 27 November 2011

Lahan Produktif Menyempit, Pemerintah Pasrah


PASURUAN – Pemerintah Kota (Pemkot) Pasuruan, tidak berdaya menyikapi kian sempitnya lahan pertanian produktif di wilayahnya. Untuk mencukupi kebutuhan dan produksi padi selama ini, pemerintah hanya berusaha mempertahankan lahan eks bengkok kepala desa sebelumnya, yang saat ini dikuasai.

Ketidakberdayaan dan sikap pasrah itu ditunjukkan Walikota Pasuruan, Hasani, pada sebuah acara peluncuran bibit unggul beberapa waktu lalu, menyusul kian menyempitnya lahan pertanian produktif karena beralih fungsi menjadi rumah atau bangunan lain, yang terjadi setiap waktu tanpa terkendali.

“Ini memang dilema, kadang keinginan masyarakat dengan pemerintah tidak sejalan. Pemerintah ingin mempertahankan (lahan produktif) sementara masyarakat ingin melepasnya,” kata Hasani.

Pemkot sendiri tidak mengetahui secara pasti angka luasan terhadap pengurangan lahan produktif tersebut di wilayahnya.

Dari penjelasan, pemerintah hanya mencatat lahan yang masih produktif untuk digunakan bercocok tanam dan tersebar di wilayah Kota Pasuruan saat ini berkisar 1.200 hektar.

Dari luasan itu, lahan seluas 130 hektar diantaranya, pengelolaannya masih dikuasai oleh Pemkot sebagai aset negara. Lahan tersebut diantaranya merupakan lahan eks bengkok yang sebelumnya diberikan kepada Kepala Desa untuk dikelola.

Pemerintah, disebutkan oleh Hasani, tidak dapat berbuat banyak, meskipun seluruh lahan produktif yang ada selama ini diketahui tidak dimanfaatkan secara penuh. Malah dari pantauan di lapangan, banyak petani maupun warga lain yang memiliki lahan, lebih memilih merubah fungsi lahannya dibangun untuk dijadikan rumah mukim atau bangunan lain sebagai tempat usaha.

Lahan seluas 130 hektar itu, dijelaskan untuk memenuhi hampir 60 persen dari kebutuhan dan produksi padi di wilayah Kota Pasuruan saat ini yang setiap tahunnya, rata-rata mencapai 22.700 ton padi.

Pemerintah memastikan jika lahan produktif yang dikuasainya saat ini, tetap dipertahankan dan tidak akan dialihfungsikan sehingga terus menjadi sandaran utama dalam produksi terkait program ketahanan pangan.

“Terutama adalah aset-aset (lahan produktif) pemerintah, dipertahankan,” tegas Hasani.

Namun demikian Hasani juga masih ragu saat ditanya kemungkinan dilakukannya kebijakan pengetatan terhadap alih fungsi lahan oleh warga yang terjadi tiap waktu dan tidak terkendali itu, baik berupa Peraturan Walikota ataupun Peraturan Daerah. tj

2 komentar:

  1. mungkin di karnakan banyaknya mafia lahan dan peran pemerintah dalam sektor pertanian banyak mengeluarkan kebijakan yang kurang mendukung , sehingga banyak lahan di alihfungsikan karna dirasa kurang mendukun dalam hal perekonomian hehehehehe,(belajar nulis dowo) mohon petunjuk suhu hehehehe

    BalasHapus
  2. waduh mafia lahan ya?? ckckck...

    BalasHapus

terima kasih telah memberikan komentar pada tulisan ini...