PASURUAN – Pemerintah Kota (Pemkot) Pasuruan, tidak berdaya
menyikapi kian sempitnya lahan pertanian produktif di wilayahnya. Untuk
mencukupi kebutuhan dan produksi padi selama ini, pemerintah hanya berusaha
mempertahankan lahan eks bengkok kepala desa sebelumnya, yang saat ini
dikuasai.
Ketidakberdayaan dan sikap pasrah itu ditunjukkan Walikota
Pasuruan, Hasani, pada sebuah acara peluncuran bibit unggul beberapa waktu
lalu, menyusul kian menyempitnya lahan pertanian produktif karena beralih
fungsi menjadi rumah atau bangunan lain, yang terjadi setiap waktu tanpa
terkendali.
“Ini memang dilema, kadang keinginan masyarakat dengan
pemerintah tidak sejalan. Pemerintah ingin mempertahankan (lahan produktif)
sementara masyarakat ingin melepasnya,” kata Hasani.
Pemkot sendiri tidak mengetahui secara pasti angka luasan
terhadap pengurangan lahan produktif tersebut di wilayahnya.
Dari penjelasan, pemerintah hanya mencatat lahan yang masih
produktif untuk digunakan bercocok tanam dan tersebar di wilayah Kota Pasuruan
saat ini berkisar 1.200 hektar.
Dari luasan itu, lahan seluas 130 hektar diantaranya,
pengelolaannya masih dikuasai oleh Pemkot sebagai aset negara. Lahan tersebut
diantaranya merupakan lahan eks bengkok yang sebelumnya diberikan kepada Kepala
Desa untuk dikelola.
Pemerintah, disebutkan oleh Hasani, tidak dapat berbuat
banyak, meskipun seluruh lahan produktif yang ada selama ini diketahui tidak
dimanfaatkan secara penuh. Malah dari pantauan di lapangan, banyak petani
maupun warga lain yang memiliki lahan, lebih memilih merubah fungsi lahannya
dibangun untuk dijadikan rumah mukim atau bangunan lain sebagai tempat usaha.
Lahan seluas 130 hektar itu, dijelaskan untuk memenuhi
hampir 60 persen dari kebutuhan dan produksi padi di wilayah Kota Pasuruan saat
ini yang setiap tahunnya, rata-rata mencapai 22.700 ton padi.
Pemerintah memastikan jika lahan produktif yang dikuasainya
saat ini, tetap dipertahankan dan tidak akan dialihfungsikan sehingga terus
menjadi sandaran utama dalam produksi terkait program ketahanan pangan.
“Terutama adalah aset-aset (lahan produktif) pemerintah,
dipertahankan,” tegas Hasani.
Namun demikian Hasani juga masih ragu saat ditanya kemungkinan
dilakukannya kebijakan pengetatan terhadap alih fungsi lahan oleh warga yang terjadi tiap waktu dan tidak terkendali itu, baik berupa Peraturan
Walikota ataupun Peraturan Daerah. tj
mungkin di karnakan banyaknya mafia lahan dan peran pemerintah dalam sektor pertanian banyak mengeluarkan kebijakan yang kurang mendukung , sehingga banyak lahan di alihfungsikan karna dirasa kurang mendukun dalam hal perekonomian hehehehehe,(belajar nulis dowo) mohon petunjuk suhu hehehehe
BalasHapuswaduh mafia lahan ya?? ckckck...
BalasHapus