Selasa, 14 Desember 2010

Debu Bromo, Berkah Warga Tosari


Debu Gunung Bromo diyakini sebagai berkah oleh warga sekitar. 
PASURUAN – Debu vulkanik Gunung Bromo yang menyebar ke sejumlah desa di Kecamatan Tosari, Kab Pasuruan malah dianggap berkah yang nantinya dapat memperbaiki kehidupan mereka. Meskipun diakui debu Bromo ini cukup menghambat roda kehidupan ekonomi maupun pertanian warga.

Informasi yang dihimpun, daerah Kecamatan Tosari yang terdampak debu Bromo ini diantaranya Dusun Ngawu, Desa Mororejo; Dusun Kandangsari, Desa Podokoyo; serta Dusun Wonokitri dan Dusun Sanggar, Desa Wonokitri.

Dari laporan diketahui, bahwa Dusun Ngawu, Desa Mororejo merupakan satu daerah yang paling parah terdampak sebaran debu vulkanik Gunung Bromo.

Dusun Ngawu merupakan daerah lembah yang dikelilingi perbukitan yang juga sekaligus membatasi pemukiman yang berjarak hanya sekitar 6,5 kilometer dari Gunung Bromo.

Jumlah penduduk di dusun ini hanya sebanyak sebanyak 157 jiwa yang terhimpun menjadi 36 kepala keluarga.

Kehidupan maupun tingkat perekonomian warga di Dusun Ngawu ini terbilang cukup baik lantaran hampir seluruh warga di Dusun Ngawu ini sebagai petani sukses, bekerja bercocok tanam seperti kentang dan kubis yang menjadi salah satu andalan hasil tani di wilayah Kec Tosari.

Sebagian besar lahan tanam warga dimiliki dengan cara menyewa dan berbagi hasil bersama pihak Perhutani dengan harga sewa sekitar Rp 1,5 juta/ tahun.

Namun, di Dusun Ngawu saat ini, tanaman seperti kentang dan kubis milik warga petani mengalami kerusakan akibat debu ini lebih dari separuh lahan.

Jika dihitung nilai kerugian yang diderita warga tiap hektar lahan, akibat rusaknya tanaman ini diperkirakan mencapai Rp 5 juta hingga Rp 6 juta.

“Tanamannya yang sudah berumur 2 bulan lebih umumnya separuh lahan rusak, tapi yang baru saja menanam masih bisa tumbuh,” ujar Atim (40), warga petani asal Dusun Ngawu, Desa Mororejo, sambil menunjukkan tanaman kentang miliknya yang rusak. Jum’at (3/12).

Meskipun demikian, warga mengaku tidak khawatir dan pasrah saja menyikapi hilangnya pendapatan utama mereka ini. Malah warga terlihat semakin senang, karena hujan debu Bromo ini bukanlah musibah dan dianggap sebagai berkah.

“Kami tidak apa-apa, malah biasanya, setelah ada abu seperti ini, tanahnya semakin subur sehingga pada panenan selanjutnya hasilnya akan lebih bagus dan melimpah,” tambah Atim.

Sebagai gambaran normal, tiap hektar lahan kentang biaya yang dikeluarkan sekitar Rp 10 hingga Rp 12 juta dan saat panen tiba, warga akan mendapatkan hasil lebih dari Rp 25 juta.

Sementara itu, warga juga terlihat tidak mengenakan masker pelindung agar debu vulaknik yang menyebar tidak menggangu kesehatan.

Padahal warga mengaku seluruhnya telah menerima masker berlebih, pemberian Dinas Kesehatan setempat.

Warga menganggap kondisi penuh debu vulkanik seperti kali ini sudah lumrah dan tidak berbahaya. tj

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

terima kasih telah memberikan komentar pada tulisan ini...