Selasa, 15 Februari 2011

Ponpes Syiah Diserang


PASURUAN – Suasana Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Ma'hadul Islami, milik Yayasan Pesantren Islam (YAPI) yang berlokasi di Desa Kenep, Kecamatan Beji, Kabupaten Pasuruan, mendadak mencekam.

Ponpes yang terkenal dengan ajaran aliran Islam Syiah tersebut diserang oleh ratusan massa dari kelompok beratribut sebuah Majelis Pengajian bernama Aswaja.

Peristiwa tersebut mengakibatkan empat orang santri dan dua karyawan Ponpes YAPI terluka.

Korban santri diantaranya bernama Migdad (17), mengalami luka pada dagu kiri; Abulfas alias M Baragba (19), menderita luka pada kepala; Abdul Qodir (15) luka pelipis; serta Alireza (15), terluka pada mata sebelah kanan cukup parah.

Selain itu, dua karyawan Ponpes masing-masing bernama Sakroni serta Soir, hanya mengalami luka ringan terkena lemparan batu pada kaki.

Sejumlah jamaah pondok YAPI mengaku prihatin dengan peristiwa ini. Satu diantaranya adalah Daikhan, yang menuturkan jika penyerangan semacam ini kerap dilakukan oleh sejumlah kelompok Islam yang selama ini dianggap memusuhi aliran Syiah, seperti Majelis Aswaja ini.

“Biasanya kita diserang pada tengah malam, saat ada pengajian. Kita tidak pernah mencari permusuhan dengan umat Islam lainnya,” sesal Daikhan, di lokasi kejadian.

Dijelaskan lebih lanjut, Majelis Aswaja ini merupakan sebuah perkumpulanan pengajian Islam skala kecil, karena hanya sebuah majelis pengajian biasa dan terlepas dari ormas Islam yang ada, terlebih ormas besar Islam di Indonesia, yakni Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah.

Tidak dikatakan secara pasti kenapa terdapat kelompok Islam yang sengaja terus menerus melakukan tindak kekerasan ke Ponpes YAPI ini.

Namun, Muchsin, Ketua YAPI, tidak menampik dugaan adanya singgungan masalah perbedaan keyakinan yang diusung oleh masing-masing kelompok, dimana Majelis Aswaja melandasi amalannya berdasar Ahlussunnah Waljama’ah sementara, Ponpes YAPI melandasi gerakannya berdasar aliran Islam Syiah.

Namun, dikatakan akan sangat bijak kelompok-kelompok yang merasa memiliki masalah perbedaan terkait dengan keyakinan dasar amalan dalam beribadah, sebelumnya melakukan upaya damai dengan berkomunikasi.

“Seharusnya kalau ada permasalahan langkah yang harus mereka lakukan adalah dialog sehingga semua bisa berjalan lebih baik,” kata Muhsin, Ketua YAPI.

Ketua Tanfidz PC NU Kabupaten Pasuruan, KH. Sonhaji Abdussomad, juga memberikan penegasan yang hampir seragam dengan penuturan Daikhan, jamaah Ponpes Al-Ma'hadul Islami, .

Dikatakan bahwa Majelis Aswaja sebuah perkumpulan yang secara struktur kelembagaan tidak terkait dengan NU.

Dirangkai lebih lanjut oleh KH Sonhaji, atribut bertuliskan Aswaja yang dibawa oleh massa yang melakukan penyerangan saat itu, hanya sebuah simbol maupun lambang dari perkumpulan Majelis dan bukan merupakan satu faham aliran Aswaja atau Ahlussunnah Waljama’ah yang selama ini menjadi pegangan dalam menjalankan amalan dan berorganisasi.

“Untuk itu, saya himbau kepada masyarakat, khususnya warga NU untuk tidak terprovokasi, ikut-ikutan melibatkan diri dalam masalah ini,” ujar KH Sonhaji Abdussomad, ketua Tanfidz PC NU Kabupaten Pasuruan.

Sementara itu, selang satu jam setelah kejadian, polisi berhasil menangkap tiga orang terduga pelaku penyerangan ke Ponpes Syiah.

Tiga pelaku tercatat sebagai warga Kecamatan Bangil, Kabupaten Pasuruan, masing-masing berinisial d-u, m-z dan u-b. ketiganya diperkirakan masih berusia 20 tahunan.

Polisi berhasil mengamankan pelaku di Rumah Sakit Masyitoh yang ketahuan meminta perawatan medis untuk salah seorang anggota Majelis Aswaja yang terluka karena terkena lemparan batu saat kubu YAPI melakukan perlawanan balik waktu itu.

Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur (Kapolda) Irjen Polisi Badrodin Haiti, menegaskan bahwa kejadian ini murni tindak kriminalitas dan menolak jika kejadian ini tersangkut dalam perselisihan paham ajaran Islam yang dianut masing-masing kelompok.

Dugaan sementara motif penyerangan ditinjau dari rententan kejadian yang diutarakan oleh pelaku dihadapan petugas kepolisian, adalah hanya merasa kesal dan jengkel, karena rombongan Majelis Aswaja mendapat ejekan jamaah Ponpes YAPI, kala melintas pulang dari mengikuti sebuah pengajian di wilayah Singosari, Malang.

Selain itu, polisi memastikan jika peristiwa ini terjadi secara sepontanitas tanpa ada perencanaan ataupun berupa komando dari pimpinan Majelis Aswaja.

Sementara itu, untuk meredam terjadinya kemungkinan gejolak sosial semakin meluas, sejumlah tokoh agama dan muspida setempat, bersama dua kelompok bertikai, sekitar pukul 21.00 WIB malam langsung menggelar upaya dialog, di kantor pendapa Kabupaten Pasuruan.

Dialog yang dilakukan selama empat jam tersebut disepakati beberapa hal pokok diantaranya, ditujukan kepada kedua pihak yang bermasalah untuk tidak melanjutkan pertikaian.

Kepada kepolisian bersama pihak-pihak kompeten lainnya, sedianya melakukan penggalian masalah sehingga dapat mengurai dan menyelesaikan akar masalah secara mendasar hingga tercipta rasa aman dan damai.

Pasalnya diketahui, selama beberapa waktu terakhir, kedua kelompok kerap terlibat pertengkaran hingga memuncak terjadi peristiwa penyerangan kali ini.
Dalam dialog di pendapa tersebut, pihak Majelis Aswaja tidak terlihat ikut mewakili, dan hanya Pengasuh Ponpes YAPI, Habieb Ali Bin Umar, bersama rombongan.
Sementara dari jajaran Muspida terlihat lengkap bersama Wakil Bupati Eddy Paripurna sekaligus sebagai fasilitator memenuhi ruangan.
Kapolda Irjend Badrodin Haiti, beserta seluruh jajaran dibawahnya. Ketua MUI Kabupaten Pasuruan, KH Nurul Huda bersama Ketua PC NU Kabupaten Pasuruan, KH Sonhaji Abdussomad.
Selanjutnya turut hadir dalam dialog, diantaranya KH Mas Subadar, Pengasuh Ponpes Besuk, Kejayan; KH Mujib Imron, dari Ponpes Areng-areng Wonorejo; KH Idris Hamid, pengasuh Ponpes Salafiyah, Kota Pasuruan. tj

Minggu, 13 Februari 2011

Bayi Perempuan Dibuang Tanpa Selimut


PASURUAN –  Untuk kali pertama di tahun ini, kasus pembuangan bayi di wilayah Pasuruan kembali terjadi. Kali ini, seorang bayi perempuan ditemukan oleh warga Desa Gunung Gangsir, Kecamatan Beji, Kabupaten Pasuruan.

Bayi tersebut ditemukan oleh seorang warga bernama Wandi (36) dengan kondisi tubuh basah baru dilahirkan tanpa selimut, tergeletak di belakang rumah milik Misyono.

Warga sekitar pun gempar dan menduga bayi tersebut sengaja dibuang lantaran orang tua malu karena melahirkan bayi diluar nikah.

“Habis Subuh saya kebetulan akan menjemur pakaian ke belakang, lha terus kok mendengar bayi menangis,” ujar Wandi.

Wandi juga tidak bisa memastikan siapa orang tua bayi, karena dalam beberapa waktu ini tidak ada dari warga sekitar yang diketahui mengandung.

Bayi nahas ini kemudian dirawat seorang bidan desa setempat dan kemudian dirujuk ke Puskesmas Beji.

Pihak puskesmas memperkirakan bayi tersebut dilahirkan sekitar enam jam setelah ditemukan. "Bayinya cantik, memiliki berat 3 Kg dengan panjang 48 cm," terang Dr Teguh, dokter Puskesmas Beji.

Namun, pihak puskesmas kemudian merujuk bayi mungil ini, ke RSU Bangil, karena saat dilakukan pemeriksaan, usus pencernaan si bayi diketahui bermasalah.

Dikabarkan pagi ini, bayi nahas ini sudah berada di RSU dr. Soetomo, Surabaya, untuk mendapatkan perawatan secara intensif.

Sementara itu, pihak kepolisian masih mencari orang tua yang tega membuang bayinya itu dengan menyebar informasi ke seluruh wilayah dan berkordinasi dengan pihak-pihak berwenang lain.

“Polisi mencari semua Bidan dan Puskesmas, apakah dalam minggu-minggu ini ada orang yang memeriksakan kehamilannya, sehingga bisa kami telusuri,” papar Kompol
Siswandi, Kapolsek Beji.

Hingga pagi ini, polisi juga masih belum menemukan titik terang siapa orang tua si jabang bayi sehingga tidak diketahui secara pasti motif dugaan kasus pembuangan bayi ini. tj 

Sabtu, 12 Februari 2011

Pemerintah Akan Setarakan Lulusan Ponpes

Mendiknas, M. Nuh dalam haul ke-29 alm. KH Abdul Khamid di PP Salafiyah, Kota Pasuruan.
PASURUAN – Para santri lulusan Pondok Pesantren di Indonesia sepertinya bakal bisa tersenyum, karena Pemerintah pada tahun ini akan memberlakukan penyetaraan sesuai lulusan jenjang pendidikan umum.

Kepastian tersebut diutarakan oleh Mentri Pendidikan Nasional (Mendiknas) saat menghadiri haul ke-29 almarhum KH Abdul Khamd di Pondok Pesantren Salafiyah, Kota Pasuruan kemarin.

Mendiknas menegaskan bahwa di dalam sistem UU Pendidikan Nasional terdapat pendidikan umum dan keagamaan yang keduanya sejajar, saling menunjang dan tidak ada perbedaan.

Selanjutnya, pihaknya bekerja sama dengan Kementrian Agama akan membentuk Institusi Mu’adalah untuk melakukan kerja teknis sertifikasi terkait fungsi penyetaraan disesuaian dengan jenjang pendidikan yang di tempuh di pondok pesantren dengan jenjang pada pendidikan umum.

Institusi ini secara menyeluruh berada di bawah naungan kementrian agama dan secara administratif akan menertibkan kurikulum system pendidikan di pondok pesantren.

Salah satu alasan kecil hingga dibentuknya wadah system mu’adalah ini dituturkan juga banyak dijumpai para lulusan santri pondok pesantren yang kesulitan melakukan aktifitas sosialnya karena terbentur ijasah.

“Kan banyak para calon bupati atau walikota itu belum sekolah di formal tapi mondok bertahun-tahun, sehingga kesulitan saat harus melengkapi persyaratan ijasah,” kata M. Nuh, Menteri Pendidikan Nasional.

Diinformasikan juga bahwa mu’adalah ini akan dilakukan tidak terikat pada sebuah Pesantren Modern maupun Pesantren Tradisional atau yang biasa disebut Salaf.

Sejalan dengan ungkapan Menteri Pendidikan Nasional, Wakil Gubernur Jawa Timur, Saifullah Yusuf menjelaskan bahwa pondok pesantren dikatakan telah menjadi lembaga pendidikan yang cukup efektif, namun selama ini keberadaanya secara formal belum diakui.

"Banyak lulusan pesantren, namun diabaikan," sesal Saifullah Yusuf, saat mendampingi Gubernur Jawa Timur, Soekarwo bersama menghadiri haul almarhum KH Abdul Khamid. tj 

Jumat, 11 Februari 2011

Kyai Se-Jawa Desak Ahmadiyah Dibubarkan

Sejumlah Kyai Khos se-Jawa dalam acara Halaqah di PP Sidogiri, Pasuruan.
PASURUAN – Penolakan dan tuntutan pembubaran keberadaan Ahmadiyah di Indonesia semakin kencang digelorakan oleh kalangan Ulama dan Kyai. Tidak tangung-tanggung, kali ini penolakan dilakukan oleh ratusan Kyai se-Jawa, bahkan diantaranya Kyai Khos.

Desakan tersebut dituangkan dalam sebuah rekomendasi tertulis setelah seharian kemarin ratusan kyai mengikuti serangkaian acara Halaqah bertajuk ‘Islam dan Aliran Sesat’ digelar oleh Majelis Silaturahim Kyai dan Pengasuh Pondok Pesantren Indonesia (MSP3I) di PP Sidogiri, Pasuruan.

Keputusan dan Rekomendasi tersebut terdiri dari tiga hal diantaranya pemerintah harus membubarkan Ahmadiyah dengan melarang segala bentuk kegiatan dan penggunaan atribut Islam maupun penyebaran ajarannya; Pemerintah diminta meningkatkan status Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri nomor 3/ tahun 2008 menjadi UU pelarangan ajaran ahmadiyah di Indonesia; selain itu, masyarakat dihimbau untuk tidak terprovokasi dalam isu SARA hingga berdampak pada benturan sosial.

“Rekomendasi ini dimaksud agar kasus kekerasan seperti di Pandeglang, Banten terkait keberadaan Ahmadiyah tidak terjadi lagi,” tegas KH Fachrurrozi, Ketua MP3I Jawa Timur.

Rekomendasi tertulis tersebut selanjutnya dikirim ke Pemerintah agar menjadi salah satu dasar dalam bersikap, menyikapi keberadaan Ahmadiyah.

Dituturkan, munculnya rekomendasi tersebut karena banyaknya rentetan peristiwa kekerasan berlatar belakang isu SARA.

Secara mendalam, Kyai se-Jawa memandang persoalan kekerasan terhadap Ahmadiyah semestinya tidak dilihat sebagai bentuk pelanggaran HAM semata. Pasalnya, akar masalah tersebut terjadi karena Ahmadiyah telah melakukan penistaan terhadap Islam sebagai sebuah agama, diantaranya dengan mengangkat Nabi lain setelah Nabi Muhammad.

Ahmadiyah ditegaskan bukan termasuk agama Islam karena merupakan sekte yang menyesatkan umat Islam.

Halaqoh ini dihadiri oleh Kyai Khos dan Kyai terkemuka lain, diantaranya Kyai Abdulah Faqih dari PP Langitan Tuban; Kyai Fachri Abdullah Sahal dari Bangkalan; Kyai Ahmad Subadar, Rois Syuriah PBNU; Kyai Miftahul Ahyar, Rois Syuriyah PWNU Jawa Timur.

Juga tampak hadir dalam halaqah yakni Ketua Mui Jawa Timur, Kyai Abdussomad Bukhari, Kyai Pangadilan Daulay, MSP3I Jakarta.

Sementara itu, Eddy Paripurna, Wakil Bupati Pasuruan, memberikan apresiasinya terkait sikap Ulama dan Kyai menyoal keberadaan Ahmadiyah.

“Kyai, Ulama dan Umaro itu bekerja beriringan dan saling menjaga. Saya atas nama pemerintah daerah sangat mendukung peranan Kyai,” ujar Wakil Bupati Eddy Paripurna. tj

Kamis, 10 Februari 2011

Pro Kontra Pembubaran Ahmadiyah

Syaifullah Yusuf, bersama KH Idris Hamid dalam sebuah acara di PP Salafiyah, Kota Pasuruan.

PASURUAN – Kerusuhan berujung hilangnya sejumlah nyawa, yang terjadi beberapa waktu terakhir, terkait keberadaan Ahmadiyah, kian menjadi polemik dan menjadi perdebatan hangat, tentang perlunya tidaknya Ahmadiyah dibubarkan.

Di satu sisi sejumlah ulama dan kyai di Pasuruan, menegaskan bahwa pembubaran Ahmadiyah mutlak dilakukan oleh Negara, sementara disisi lain sebagian pihak menyatakan jika pemerintah membubarkan Ahmadiyah, maka Negara telah gagal dalam mengayomi dan menjamin hak-hak warga negara dalam keyakinan beragama.

Tuntutan pembubaran cukup keras diantaranya dilantangkan oleh KH Idris Hamid, Pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Salafiyah, Kota Pasuruan.

Menurut penilaian KH Idris Hamid, pemerintah selama ini sudah cukup bersikap lunak dan seharusnya mengambil langkah konkrit dengan melakukan pelarangan keberadaan Ahmadiyah di Indonesia. Pasalnya, yang dirasakan Umat Islam selama ini, Ahmadiyah semakin membawa mudharat bagi kalangan umat Islam di Indonesia.

“Persoalannya sudah sangat mendasar karena sudah termasuk penistaan Aqidah dan Tauhid Islam, dengan tidak mengakui Muhammad sebagai Nabi Umat Islam yang terakhir,” kata KH Idris Hamid, di sela-sela menerima kunjungan Wakil Gubernur Jawa Timur, Syaifullah Yusuf di Ponpes Salafiyah. Kamis (10/2).

Namun, pernyataan berbeda diungkapkan oleh Wilujeng Sudarto, salah satu anggota Forum Komunikasi Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (FKA GMNI) Pasuruan.

Ditegaskan bahwa tuntutan pembubaran Ahmadiyah tersebut tidak sesuai dengan hak-hak dasar warga Negara untuk secara bebas memilih kepercayaan maupun agama yang diyakini, seperti yang tertuang dalam undang-undang.

Tudingan adanya penistaan agama oleh Ahmadiyah terhadap Islam, dinilai tidak tepat karena sebuah keyakinan agama yang dianut seseorang maupun kelompok lain, tidak dapat dinilai dari dasar keyakinan pihak yang berbeda pandangan dan pemahaman.

Sehingga Negara atau pemerintah, oleh Wilujeng Sudarto diminta tidak perlu repot menanggapi desakan pembubaran Ahmadiyah meskipun dari kelompok mayoritas.

“Tidak adil kalau menilai agama yang dianut orang lain, didasarkan pada pemahaman dan keyakinan kita. Kekuatan mayoritas seharusnya melindungi dan menjamin keselamatan kelompok minoritas seperti Ahmadiyah,” urai Wilujeng Sudarto.

Jika pemerintah melakukan pembubaran terhadap keberadaan Ahmadiyah, maka hal itu dianggap sebagai hilangnya kekuasaan hak dan kebebasan warga untuk memilih agama dan keyakinannya. Dengan kata lain, pemerintah oleh Wilujeng telah gagal dalam menjamin hak-hak dasar warganya.

Namun, demikian keduanya sama-sama memahami jika menyelesaikan masalah dengan cara-cara kekerasan seperti yang terjadi di Pandegelang sepatutnya tidak terjadi.

Sementara itu, Wakil Gubernur (Wagub) Jawa Timur, Syaifullah Yusuf enggan berpolemik tentang perlu tidaknya Ahmadiyah dibubarkan.

Gus Ipul, panggilan akrab Syaifullah Yusuf, meminta secara tegas kepada masyarakat, khususnya Umat Muslim Jawa Timur untuk tetap tenang dan tidak melakukan tindakan yang melawan hukum, dalam menyikapi keberadaan Ahmadiyah.

Sebagai salah satu antisipasi, pihaknya, setelah terjadinya tragedi Ahmadiyah berdarah di Pandeglang, Banten beberapa waktu lalu, telah melakukan kordinasi dengan pihak-pihak terkait seperti Kepolisian dan TNI.

Pemerintah Jawa Timur juga telah melakukan komunikasi dengan sejumlah ulama dan kyai terkemuka di Jawa Timur agar terjalin ketentraman di tengah masyarakat.

Hal itu dilakukan sebagai upaya antisipasi agar tercipta suasana kondusif hingga tidak terjadi keresahan di tengah masyarakat.

“Jangan sekali-kali warga melakukan tindakan anarkis seperti di Pandeglang. Karena saya pastikan akan ditindak tegas aparat,” tegas Gus Ipul saat berada di Ponpes Salafiyah.

Pengikut Ahmadiyah juga dihimbau untuk tidak memancing-mancing masalah di tengah polemik yang saat ini kian memanas. tj

Rabu, 09 Februari 2011

Plengsengan Sungai Gembong Ambrol


PASURUAN – Warga di sekitar Sungai Gembong Kota Pasuruan resah. Pasalnya, hampir tiga bulan ini plengsengan yang menjadi tanggul pembatas antara pemukiman dengan aliran sungai, jebol hingga sepanjang 15 meter.

Ironisnya, plengsengan jebol tersebut masih termasuk dalam radius komplek perkantoran Pemerintah Kota Pasuruan.

Salah seorang warga Kelurahan Pekuncen, Kecamatan Bugul Kidul, Kota Pasuruan, Rusman (50), menuturkan setidaknya sudah tiga kali pemukiman warga terendam banjir karena pelengsengan tidak segera diperbaiki. Padahal warga telah beberapa kali melaporkan kerusakan ini ke Pemkot Pasuruan, namun hingga saat ini belum ada tindakan perbaikan.

“Saya nggak tahu pemerintah itu gimana, kok nggak ada perhatian segera memperbaiki,” sesal Rusman. Rabu (9/2).

Dari informasi yang didapat, pembangunan plengsengan tersebut dilakukan pada tahun 2010 lalu dan masih berusia sekitar 7 bulan. Sehingga ada dugaan, buruknya kualitas bangunan menjadi penyebab jebolnya plengsengan, sehingga tidak mampu menahan derasnya aliran arus sungai.

Sementara itu, Kepala Pekerjaan Umum (PU) Kota Pasuruan, Juni Eko Saroyo, terkesan lepas tangan dengan menyampaikan bahwa bangunan plengsengan di sungai Gembong itu merupakan kewenangan Pemerintah Propinsi Jatim melalui UPT PSAW Gembong – Pekalen.

“Pemkot Pasuruan tidak bisa apa-apa. Walaupun sebenarnya tahun 2010 lalu sudah membantu perbaikan plengsengan di sungai gembong tepatnya di samping kantor Disnakertrans,” elak Juni Eko Saroyo.

Sementara pihak UPT PSAW Gembong – Pekalen, saat ini belum dapat dimintai keterangan terkait jebolnya plengsengan yang mengancam keberadaan warga tersebut. tj

Mantan Karyawan Blue Gas Tipu Konsumen Jatim


PASURUAN – Aksi penipuan dengan berbagi modus kian merajalela. Seperti yang dilakoni oleh seorang mantan karyawan bluegas, Hadi Purnomo (34) yang telah melakukan penipuan kepada konsumen dan menggasak sedikitnya 700 tabung blue gas ukuran 5,5 kg.

Hadi Purnomo (34), tercatat warga Kelurahan Banyu Urip Kidul I-D/20, Kecamatan Sawahan RT 05/RW 05, Surabaya.

Hadi ditangkap petugas Buser Polsekta Bugul Kidul, Polres Kota Pasuruan, Rabu (9/2) kemarin, setelah dilaporkan telah melakukan aksi penipuan di Desa Bandaran, Kecamatan Winongan.

Hadi telah beraksi sekitar 6 bulanan dan wilayah sasarannya meliputi, Kota/Kabupaten Pasuruan, Kota dan Kabupaten Probolinggo, Mojokerto, Jember, Lumajang dan Banyuwangi.

Modusnya, Hadi mendatangi agen-agen dan konsumen rumah tangga, layaknya petugas distributor bluegas, dengan mengatakan ada program isi ulang tabung secara gratis dari perusahaan. Kemudian Hadi membawa tabung-tabung kosong tersebut, namun tentu saja tidak pernah ada program gratis, sehigga tabung-tabung tersebut tidak kembali.

Aksi biasanya dilakukan berkeliling dengan menggunakan mobil sewaan dan dalam satu hari dari Hadi mampu mengumpulkan 10 tabung kosong hasil dari aksi penipuannya.

Pada saat tertangkap pada siang kemarin, Hadi sudah berhasil mengumpulkan 4 tabung diantaranya diperoleh dari, kawasan Gempol sebanyak 1 tabung; 2 tabung dari Bangil dan 1 tabung dari Kecamatan Winongan.

“Kita masih periksa pelakunya. Kita akan kembangkan terus sampai tuntas. Pengakuan sementara, pelaku sudah beraksi di beberapa kota,” ujar Kapolsekta Bugul Kidul Kompol Imam S, mewakili Kapolresta Pasuruan AKBP Agung Yudha.

Barang bukti yang diamankan petugas, yakni 4 buah tabung blue gas, regulator, dan mobil Suzuki APV nopol AE 1411 ND.

Trisno Hadi (36), Koordinator Sub Cabang Blue Gas Pasuruan, saat berada di Mapolsek Bugul Kidul menuturkan aksi mantan karyawan blue gas dalam melakukan penipuan sudah merajalela hampir se-Jawa Timur.

“Dalam rapat evaluasi distributor Jawa Timur beberapa waktu lalu terdapat ribuan laporan konsumen karena kena tipu. Di Probolinggo dan Pasuruan, wilayah kerja saya saja, sudah ada laporan lebih dari 500 konsumen yang kehilangan tabung,” kata Trisno Hadi (36), Koordinator Sub Cabang Blue Gas Pasuruan.

Hingga saat ini, polisi masih mencoba mengembangkan kasus dan mencari kawanan penipu lainnya karena diduga aksi penipuan ini dilakukan oleh kawanan sindikat dengan cara kerja cukup terorganisir. tj

Selasa, 08 Februari 2011

Perusahaan Misbakhun Bangkrut


Buruh Minta Perlindungan DPRD

PASURUAN – Puluhan buruh PT Agar Sehat Makmur Lestari (ASML) Purwosari, Kab Pasuruan, mengadukan nasib dan meminta perlindungan kepada anggota DPRD Kabupaten Pasuruan, karena nasib dan statusnya sebagai karyawan terombang-ambing. Selasa (8/2).

Keterangan yang didapat dari buruh pabrik yang memproduksi agar-agar milik anggota DPR-RI, M. Misbakhun itu, diketahui pada Nopember 2010 buruh PT ASML dirumahkan dengan mendapat gaji 50 persen.

Padahal dalam salah satu klausul kontrak kerja, upah dan hak normative yang didapat sebesar 75 persen jika buruh dirumahkan.

“Selain itu, uang makan tiap hari kami sebesar Rp 4.000 hilang. Ditambah, upah separuh yang kami terima masih berdasar UMK tahun 2010,” ujar Nur Hana, mewakili buruh.

Sementara, mewakili PT ASML, Fatoni, di hadapan Komisi D DPRD Kabupaten Pasuruan, menyanggah tudingan buruh yang terkait pemberian upah selama ini. Pasalnya, manajemen merasa sudah professional dan transparan, dengan memeberikan penjelasan permasalahan yang dihadapi perusahaan dan meminta pemahaman para buruh untuk lebih arif.

“Kami berusaha memenuhi semua kewajiban. Mohon waktunya, karena kami juga masih dalam porses perundingan dengan pimpinan di pusat (Jakarta),” pinta Fatoni.

Sedangkan Aida Fitriati, Ketua Komisi D, hanya memberikan himbauan kepada buruh dan majanemen perusahaan untuk berdialog sehingga masalah yang dihadapi dapat segera diselesaikan.

Selain itu, belakangan juga diketahui jika PT ASML terlilit hutang premi di PT Jamsostek Cabang Pasuruan per Desember 2008 hingga Desember 2010, sebesar Rp 160 juta.

“Sampai saat ini hanya membayar Rp 20 juta dan masih memeliki hutang premi yang belum dibayar senilai Rp 160 juta,” ungkap Suwandoko perwakilan dari PT Jamsostek Cabang Pasuruan dihadapan Komisi D DPRD Kab Pasuruan. tj

Tukang Ngarit Rumput Nyabu


PASURUAN – Di tengah asyik-asyiknya pikiran dan badan seraya melayang, tiga orang pengguna sabu-sabu ditangkap di sebuah rumah di Jl Pepaya, Kel Plumbon, Kec Pandaan, Kab Pasuruan, Minggu (5/2) dini hari. Salah satu diantara ketiga pengguna tersebut, ternyata seorang pencari rumput, yakni M Alex Sucahyo, (32) warga Dusun Jerukkuwik Rt 02 Rw 01, Desa Ngadimulyo, Kec Sukorejo.
Alasan Alex, pencari rumput ternak untuk dijual kembali ini, agar ia kuat saat bekerja.
“Agar kuat bekerja. Sehingga kalau mencari rumput bisa dapat tambah banyak dan duit yang saya dapat juga semakin banyak,” ujar Alex Sucahyo, saat ditanya Kasat Reskoba, AKP Yusuf Anggi, Senin (7/2).

Selain menangkap Alex, polisi juga menangkap dua temannya yang lain, yakni M Naim alias Mandra (34), warga Dusun Lumbangkrajan Rt 02 Rw 09, Desa/Kec Lumbang dan seorang lagi pemilik rumah yang digrebek, yakni Hartono.

Penangkapan yang dilakukan oleh jajaran Sat Reskoba Polres Pasuruan ini berdasarkan laporan masyarakat yang mengetahui banyaknya pengguna narkoba di wilayahnya. Polisi langsung bertindak dengan menyelidikinya dan berhasil menangkap ketiga tersangka.
Selain menggelandang ketiga tersangka, polisi juga menyita sejumlah barang bukti diantaranya, sabu-sabu sekantong plastic kecil dan peralatan hisapnya.
Di tempat yang berbeda polisi juga berhasil meringkus Suwandi (26), di rumahnya Dusun Karanglo krajan Rt 03 Rw 03, Desa Karanglo, Kec Grati, Kab Pasuruan dengan barang bukti satu kantong plastic kecil sabu-sabu.

Selain itu, polisi juga menangkap seorang cewek, Susilowati (26), warga Desa, Nglang-lang, Desa Oro-oro Ombokulon, Kec Rembang. Cewek yang akrab dipanggil Susi tersebut ditangkap basah tengah menjual narkoba pil jenis double L kepada seseorang.
Dari tangan Susi berhasil disita sedikitnya 562 butir tablet warna putih logo LL.

“Sebanyak 4 tersangka pengguna sabu-sabu, melanggar UU No 35 tahun 2009 tentang narkotika dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara. Untuk kasus ini kami masih terus mengembangkannya dan tengah memburu pengedar maupun bandarnya. Sedangkan untuk kasus pil double melanggar UU No 36 tahun 2009 tentang kesehatan dan diancam maksimal 10 tahun penjara,” tandas AKP Yusuf Anggi mewakili AKBP Syahardiantono, Kapolres Pasuruan. tj

Senin, 07 Februari 2011

Terlambat 6 Menit, Siswa Dihajar Satpam Sekolah

Jaya Nurrahman menunjukkan luka bekas rotan dan cubitan yang diduga dilakukan Satpam.
PASURUAN – Gara-gara terlambat masuk sekolah, seorang siwa SMP Negeri 1 Nguling, Kabupaten Pasuruan, dipukul dengan batang rotan oleh Satpam sekolah.

Kejadian tersebut terungkap ketika siswa SMP bernama Jaya Nurrahman (13) bersama kedua orang tuanya melapor ke pihak kepolisian bahwa dirinya telah dianiaya oleh seorang satpam bernama Siswanto.

“Satpam sekolah memukul pungung dengan rotan dan mencubit dada saya sampai membiru,” ujar Jaya Nurrahman di Mapolsek Nguling. Senin (7/2).

Dari pengakuan siswa yang masih duduk di kelas VII-3 ini, bahwa pada Sabtu (5/2) pagi, bersama belasan siswa lainnya, Jaya tidak dapat memasuki pintu gerbang karena Satpam telah mengunci pintu gerbang sekolah.

Padahal diperkirakan, siswa-siswa tersebut terlambat masuk sekitar 6 menit dari peraturan waktu yang telah ditentukan sekolah yang mengharuskan menutup pintu gerbang tepat pukul 07.00 WIB.

Belasan siswa yang terlambat tersebut kemudian mencoba menerobos pintu lainnya di sebelah barat gerbang utama, namun tepergok, hingga siswa mendapat sabetan batang rotan dan cubitan Satpam Siswanto.

Belakangan diketahui, penganiayaan serupa juga terjadi pada 6 siswa lainnya yang waktu itu juga bersama-sama terlambat masuk sekolah. Namun, siswa lain korban Satpam Siswanto, tidak berani melaporkan diri.

Karena pukulan dan cubitan yang diterimanya tersebut, Jaya Nur Rahman pun enggan berangkat sekolah, karena trauma dan membuat khawatir kedua orang tuanya.

“Saya tidak terima anak saya diperlakukan kayak gini. Makanya kami laporkan ke polisi agar tidak terjadi lagi,” kata Sulistyowati (33) didampingi Abdurahman (43) suaminya.

Pihak kepolisian belum menentukan langkah atas laporan ini. Namun, sejumlah petugas kepolisian setempat hanya memberi keterangan untuk menyelesaikan kasus penganiayaan ini dengan cara kekeluargaan.

Sementara itu, Wakil Kepala SMP Negeri 1 Nguling, Wasis, mengatakan masih belum mengetahui secara persis kejadian sesungguhnya. Namun, pihaknya tidak membenarkan adanya tindakan kekerasan kepada siswa didik.
Selama ini sekolah tidak memberlakukan peraturan dan sanksi dalam bentuk hukuman fisik terlebih dalam bentuk pukulan kepada siswa yang melanggar.

"Tindakan kekerasan itu tidak dibenarkan. Kami masih mengkomunikasikan kejadian ini dengan Satpam bersangkutan dan orang tua siswa,” urai Wasis, Wakil Kepala SMPN 1 Nguling.

Pihak sekolah juga tidak memberikan jawaban kemungkinan Satpam Siswanto diberikan sanksi karena diduga melakukan penganiayaan terhadap siswa.

Satpam Siswanto, hingga kini masih bertugas di pos penjagaan dan pintu gerbang sekolah. Saat ditemui untuk ditanyakan kasus yang menimpanya, Siswanto enggan memberikan berkomentar. tj

Minggu, 06 Februari 2011

Mahasiswa Mesir Asal Pasuruan Pulang


PASURUAN – Sehari setelah berada di Indonesia, Umi Rosyidah (23), mahasiswa Al-Azhar, Kairo, bersama keluarga berkunjung ke Pondok Pesantren Al-Yasini, Wonorejo, Pasuruan, tempat dulu belajar sebelum ke Mesir. Minggu (6/1).

Umi Rosyidah sebenarnya enggan pulang ke Indonesia, karena tanggung jawab studi yang diemban saat ini hanyalah menunggu pengumuman hasil penilaian tugas akhirnya pada Juli mendatang, untuk mendapat gelar sarjana S-1.

Selain itu, keamanan Mesir dianggap masih terkendali, karena daerah pusat benturan massa terparah hanya di satu titik yakni di Tahrir Square.

“Mungkin sudah menjadi kehendak Allah, saya akhirnya termasuk yang terevakuasi, meskipun saya ingin bertahan di sana,” ujar Umi Rosyidah.

Gadis asli Bangil, Pasuruan ini, menegaskan, bahwa saat keadaan Mesir bergolak, ia bersama ratusan mahasiswa dari sejumlah Negara lainnya, dalam kondisi aman di sebuah asrama dengan penjagaan ketat pihak keamanan Pemerintah Mesir.

“Di asrama itu, tempat berkumpul mahasiswa yang mendapat beasiswa dari berbagai Negara, seperti Thailand, Afrika dan sebagainya,” lanjutnya..

Jarak yang ditempuh relative cukup jauh, sekitar setengah jam perjalanan, antara asrama dengan Tahrir Square. Dan meskipun mengakui merasa was-was, kebutuhan hidup di mesir pun masih bisa teratasi.

Menurutnya, pemberitaan media massa terkait kejadian di Mesir dalam beberapa minggu ini, terlalu dibesar-besarkan, sehingga semakin memperburuk keadaan, terlebih kepada keluarga yang memiliki saudara atau anak yang berada di Mesir.

Pada puncak gejolak, sebenarnya aktivitas perkuliahan masih terus berlangsung, karena pergolakan massa tidak secara langsung menggangu proses belajar.

Putri pasangan H. Muhammad Munir Mansur dan Hj. Manis Tamaroh ini, pulang ke indonesia pada gelombang kedua, dalam rangkaian evakuasi yang dilakukan pemerintah. Disebutkan dalam gelombang kedua ini mahasiswa Indonesia yang dievakuasi sebanyak 421 orang.

Umi Rosyidah adalah alumni santri Pondok Pesantren Al-Yasini. Lulus di Madrasah Aliyah Al-Yasini pada tahun 2006. Tercatat sebagai mahasiswa jurusan ushuluddin di universitas Al-Azhar, Kairo, pada tahun 2007, setelah mendapatkan beasiswa dari Kementrian Agama Republik Indonesia.

Sementara itu, pengasuh Ponpes Al-Yasini, KH. Mujib Imron menegaskan akan tetap berencana mengirim santri-santrinya lulusan ponpes binaannya ke Mesir untuk dapat mengembangkan studinya, karena gejolak politik Mesir diyakini akan berlalau dan kembali normal. tj

Sabtu, 05 Februari 2011

Pembakar Mobil Anggota Dewan Ditangkap


PASURUAN – Pelaku pembakaran mobil mobil CRV milik seorang anggota DPRD Kabupaten Pasuruan, Akhmad Muzakki, tertangkap polisi. Namun, motif dibalik pembakaran mobil yang terjadi pada awal bulan Januari tersebut belum juga terungkap.

Pelaku pembakaran diketahui bernama Tariyo bin Pani (34), warga Dusun Betro, Desa Wonosunyo, Kecamatan Gempol, Kabupaten Pasuruan.

Tariyo di hadapan penyidik Polres Pasuruan, hanya mengaku turut sebagai pembakar mobil bersama dengan Rudi atas suruhan Herianto alias Heri. Masing-masing pelaku dijelaskan sebagai tetangga rumah yang saling berdekatan.

Sebelum melakukan pembakaran pada Minggu (2/1) sekira 00.30 WIB dini hari itu, Tariyo mengaku ketakutan. Pasalnya, ia diancam dengan kalimat ‘akan dihabisi’ oleh Heri dan Rudi, jika permintaan untuk merusak mobil milik politisi asal Partai Demokrat tersebut tidak dituruti.

“Saya takut, saya diancam, saya juga nggak tahu kalo mobil itu milik anggota dewan,” jawab Tariyo saat ditanya sejumlah wartawan di Mapolres Pasuruan.

Selang dua hari setelah kejadian, Tariyo menerima uang dari Heri sebesar Rp 200 ribu, yang disebutkan sebagai upah dari tugas yang telah diberikan.

Adanya ancaman kepada diri Tariyo oleh Heri tersebut tidak ditampik oleh pihak kepolisian. Namun, polisi menegaskan tidak mau gegabah memberikan kesimpulan maupun motif pembakaran sebelum dua tersangka lainnya yakni Heri dan Rudi tertangkap.

Polisi hanya mendapat keterangan jika seminggu sebelum kejadian, mobil milik anggota Komisi B DPRD Kabupaten Pasuruan itu, sempat dicoret-coret oleh seseorang yang tidak dikenal .

Saat kejadian pencoretan, mobil Muzakki tengah diparkir di suatu tempat, hendak pulang dari sebuah kegiatan lapangan untuk mengecek keabsahan surat tanah yang akan dibeli PT ALEGRIA untuk ditanam pohon jarak.

Pengecekan surat tanah tersebut terkait rencana program kerja sama pengadaan minyak jarak antara pemerintah Kabupaten Pasuruan dengan PT ALEGRIA yang tengah berjalan selama beberapa waktu ini.

Akibat yang dilakukan oleh pelaku polisi mengenakan pasal 187 KUHP Tentang tindak pidana pembakaran yang mendatangkan bahaya umum bagi barang.

Sementara itu, Akhmad Muzakki saat dihubungi melalui telepon juga tidak menjelaskan dibalik kejadian pembakaran mobil miliknya ini terkait dengan tugas dan fungsi pada bidang perekonomian dan keuangan DPRD Kabupten Pasuruan.

Ia bahkan tidak mengenal para pelaku, dan meminta kepada pihak kepolisian untuk segera menangkap pembakar lainnya agar diketahui secara pasti motif dan alasan atas kejadian yang menimpa pada dirinya.

“Saya selama ini merasa tidak memiliki musuh, baik di internal partai maupun di luar aktifitas politik saya selama ini,” terang Ahmad Muzakki via telepon. Sabtu (05/2).

Sebelumnya, mobil CRV bernopol L-1196-GT, berwarna abu-abu milik Akhmad Muzakki (37), dilempar sebuah bom molotof dari kantong plastik hitam berisi bensin dan kain handuk sebagai penyulut, yang dilakukan oleh pelaku dengan mengendarai motor Blade pada Minggu (2/1) sekitar pukul 00.30 WIB dini hari.

Pada saat terbakar mobil tengah terparkir di depan rumah Muzakki, di Dusun penanggungan, RT 05/ 23, Desa Kejapanan, Kecamatan Gempol, Kabupaten Pasuruan.

Akibatnya, pada bodi bagian belakang ludes terbakar dan diperkirakan mengalami kerugian sebesar Rp 40 juta.

Kejadian tersebut disaksikan oleh tetangga Muzakki, yakni Faisol (51), seorang polisi yang bertugas di Polres Sidoarjo dan Suparmanto (48) yang tercatat sebagai prajurit TNI Angkatan Darat. tj

Jumat, 04 Februari 2011

Komplotan Perampok Di Jawa Timur Dibekuk


PASURUAN – Satuan Reskrim Polres Pasuruan, berhasil menangkap enam tersangka diduga komplotan perampok yang beroperasi di wilayah Jawa Timur. Jum’at (4/2).

Enam pelaku yang diduga sebagai komplotan pencurian dengan tindak kekerasan (curas) tersebut, tiga diantaranya berasal dari Kabupaten Pasuruan, masing-masing bernama Agustian Wijaya (26) warga Dusun Blimbing, Desa Bulusari Kec Gempol, Wasis alias Wajik (25) Dusun Gondang, Desa Kepulungan, Kecamatan Gempol serta Antok Widodo (33) warga Desa Mendalan, Kec Winongan.

Dua pelaku berasal dari Kabupaten Sidoarjo yakni Iskan Hadi (38), warga Desa Seketi RT 04/ 07, Kecamatan Balong Bendo dan M. Nur Kholik (44) yang tercatat sebagai warga Dusun Jenek RT 11/ 02 Kelurahan Krembangan, Kecamatan Taman. Seorang lagi bernama Mukharrom (40) yang memiliki alamat di Jl S Supriyadi RT 6/ 02, Desa Kapas, Kecamatan Tunjang, Kabupaten Kediri.

Komplotan perampok yang beroperasi di wilayah Jawa Timur dan kerap meresahkan warga ini terungkap, bermula dari laporan Ali Martok (37) seorang sopir truk, yang menjadi korban perampokan di daerah Lumajang.

Ali Martok (37) berasal dari Dusun Ngambar RT 17/ 05 Desa Bambe Kecamatan Driyorejo, Kabupaten Gresik.

Diceritakan, bahwa truk bermuatan pipa PVC seberat 6 ton yang dikemudikan Ali Martok bersama keneknya Muhamad Naim itu, pada Kamis (27/1) lalu, dirampok oleh sekelompok orang di jalanan sepi di wilayah Lumajang.

Truk bernopol L-8447-UB itupun dibawa kabur oleh kawanan, setelah korban diikat dan dibuang ke sebuah hutan di wilayah Lumajang.

Selang empat hari dari laporan Ali Martok, polisi berhasil melakukan identifikasi dan menangkap salah seorang pelaku bernama Agustian Wijaya.

Dari pengembangan, lima orang perampok lainnya pun berhasil diburu, bahkan kaki tiga orang perampok tertembak polisi karena sempat melakukan perlawanan saat ditangkap.

Salah seorang pelaku, Wasis, di hadapan penyidik mengaku hanya sekali melakukan aksi perampokan dan uang pembagian yang diperoleh dihabiskan bersama untuk bersenang-senang.

Dari hasil pengungkapan tersebut polisi berhasil menyita barang bukti hasil perampokan berupa uang tunai sebesar Rp 1,8 juta serta dua buah handphone yang dibeli pelaku setelah melakukan perampokan.

Sejumlah surat kendaraan beserta surat identitas diri milik korban perampokan juga menjadi barang bukti. Tidak ketinggalan, sebuah motor matic dan mobil L-300 warna merah yang digunakan sebagai aksi kejahatan turut diamankan petugas.

Pihak kepolisian membenarkan jika aksi komplotan ini terbilang sadis karena tidak segan melumpuhkan korban dengan senjata tajam. Selain itu, modus perampokan dilakukan dengan membekap dan membuang korban ke sebuah tempat yang jauh dari lokasi perampokan sebelumnya.

Polisi juga masih mencari kemungkinan terdapat korban tewas akibat aksi para perampok ini. Sekaligus menelusuri keterkaitan maraknya aksi perampokan yang terjadi di sejumlah tempat yang tersebar di wilayah Jawa Timur.

Salah seorang pelaku lainnya yang diduga sebagai penadah hasil perampokan, bernama Mahfud, warga Dusun Kambingan, Desa Triwung, Kecamatan Grati, Pasuruan saat ini masih diburu petugas.

AKP Indra Mardiana, Kasat Reskrim, saat bersama AKBP Syahardiantono, Kapolres Pasuruan

Perbuatan pelaku ini diancam dengan pasal 365 KUHP tentang pencurian disertai tindak kekerasan dengan ancaman hukuman 12 tahun penjara. tj

Kamis, 03 Februari 2011

Seorang Mahasiswa Al-Azhar Kairo Dari Pasuruan


PASURUAN – Gejolak politik berdarah yang tengah terjadi di Negara Mesir saat ini, membuat warga Indonesia yang memiliki keluarga yang tengah menempuh pendidikan maupun bekerja di sana merasa khawatir.

Hal tersebut karena hampir satu minggu pihak keluarga kesulitan dan kehilangan kontak tentang kabar dan keberadaan saudaranya, selama memanasnya konstelasi politik di Mesir.

Salah seorang warga Bangil, Kabupaten Pasuruan, bernama Umi Rosyidah (23) dikabarkan masih selamat bersama ratusan warga Indonesia lainnya.

Kepastian tersebut ditegaskan oleh Muzayyanah (29), kakak pertama Umi Rosyidah, saat berada di Ponpes Al-Yasini, Areng-areng Wonorejo, pada Rabu (2/2) kemarin.

Umi Rosyidah dikatakan telah melakukan kontak telepon dari Mesir ke pihak keluarga sekitar pukul 04.00 WIB pagi, menceritakan jika kondisinya dalam keadaan baik dan meminta kepada keluarga untuk tidak khawatir.

Dari obrolan via telepon tersebut, Umi Rosyidah menjelaskan bahwa ia bertahan di sebuah asrama yang berjarak sekitar 45 KM sehingga cukup jauh dari daerah konflik di Mesir.

“Untuk masalah makanan, katanya selama ini sudah tercukupi dari pemerintah setempat,” terang Muzayyanah.

Muzayyanah kemudian meminta penjelasan ke pihak kedutaan besar Indonesia untuk Mesir, terkait upaya evakuasi oleh pemerintah Indonesia kepada warganya di Mesir.

Namun, Muzayyanah bersama keluarganya hanya bersikap pasrah dan menyayangkan sikap Pemerintah Indonesia yang mendahulukan proses evakuasi terhadap para ibu-ibu istri pejabat Indonesia di Mesir, sehingga dianggap kurang memperhatikan warga Indonesia lainnya.

“Kata pihak Dubes, sementara evakuasi dilakukan kepada ibu-ibu pejabat, anak-anak dan ibu hamil,” lanjutnya.

Jika dalam satu minggu ini kondisi keamanan di Mesir semakin memburuk pihah kedubes Indonesia menyatakan kepada Muzayyanah akan segera melakukan pemulangan kembali atau evakuasi warga Negara Indonesia secara menyeluruh.

Umi Rosyidah merupakan putri ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan orang tua H. Muhammad Munir Mansur (54) dan Hj. Manis Tamaroh (52), warga Desa Latek, Kecamatan Bangil, Kabupaten Pasuruan.

Tercatat sebagai seorang mahasiswa pada tahun 2007, jurusan Ushuluddin di Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir, setelah mendapat program beasiswa dari Kementrian Agama RI.

Saat ini, Umi tengah menunggu pengumuman hasil penilaian setelah menyelesaikan tugas akhir skripsi untuk mendapat gelar Sarjana S-1 Ushuluddin. Rencananya bulan Juli nanti  pulang ke tanah air karena masa pendidikannya berakhir.

Diinformasikan juga bahwa Umi Rosyidah sebelumnya sebagai santri Pondok Pesantren Al-Yasini, Areng-areng Wonorejo dan lulus di Madrasah Aliyah Al-Yasini pada tahun 2006.

Sementara itu, KH. Mujib Imron, pengasuh Ponpe Al-Yasini juga berharap agar pemerintah serius memberikan perlindungan untuk keselamatan Umi Rosyidah. tj

Rabu, 02 Februari 2011

Mengintip Pengrajin Cobek Pasuruan


Pengrajin cobek, sibuk beraktifitas.
PASURUAN – Ada yang menarik jika jalan-jalan ke sebuah pemukiman di Dusun Pancen, Desa Petahunan, Kecamatan Gading Rejo, Kota Pasuruan. Hampir tiap sudut jalan, warga sekitar terlihat sibuk bekerja membuat cobek tanah liat.

Kesibukan tersebut karena di Dusun Pancen ini memang dikenal sebagai sentra industri kecil kerajinan cobek dan gerabah tanah liat di wilayah Kota Pasuruan.

Aktifitas semakin mencolok, terlebih karena cobek semakin dicari menjelang hari besar Islam, Maulid Nabi Muhammad SAW yang akan dirayakan dua pekan ke depan ini.

Momentum Maulid Nabi tetap memberikan berkah bagi pengrajin cobek, lantaran sampai saat ini cobek masih dijadikan tradisi oleh sebagaian besar umat Islam untuk digunakan sebagai wadah meletakkan buah maupun makanan lainnya saat perayaan berlangsung nanti.

Tiap-tiap cobek yang dihasilkan, sedianya dijual ke sejumlah tengkulak dengan harga sebesar Rp 700, meningkat dibanding pada hari-hari sebelumnya yang hanya senilai Rp 300 per cobek.

Tengkulak yang mengambil cobek di tempat ini biasanya berasal dari wilayah Pasuruan dan sebagian wilayah Lawang, Malang.

Jika pengrajin menjual sendiri ke pasaran secara eceran, harga cobek dikatakan semakin meningkat menjadi Rp 3.000 tiap cobek. Namun, menjual eceran dengan berkeliling ke sejumlah pasar jarang dilakukan karena dianggap lebih menghabiskan waktu dan biaya yang dikeluarkan juga bertambah tinggi.

Akan tetapi, bertambahnya penghasilan tersebut ditegaskan hanya didasarkan pada peningkatan harga semata, tanpa dibarengi dengan adanya peningkatan jumlah produksi. Karena seorang pengrajin tiap hari hanya mampu membuat cobek paling banyak 100 biji saja.

Hal tersebut dimungkinkan karena proses pembuatan cobek dilakukan dengan tangan, dibantu peralatan tradisional dan tidak ada mesin khusus secara modern yang mampu meningkatkan jumlah produksi.

Pola bekerja pengrajin cobek di Dusun ini tergolong cukup unik.

Sebelumnya beberapa pengrajin dalam satu kelompok berjumlah antara 10 hingga 15 pengrajin, mengumpulkan uang dengan besaran rupiah tertentu untuk dapat digunakan sebagai modal awal usaha.

Modal yang dikumpulkan tersebut selanjutnya digunakan untuk membeli bahan baku berupa tanah liat dan pasir halus, disesuaikan dengan ukuran dan kepentingan produksi.

Satu pickup tanah liat, dana bersama yang dikeluarkan sebesar Rp 70 ribu, sedangkan untuk satu pick up pasir halus seharga Rp 50 ribu.

Bahan baku tersebut diperoleh di seputar Pasuruan, khususnya di wilayah Desa Duyo, Kecamatan Kraton, Kabupaten Pasuruan dan Desa Karang Asem, Kecamatan Gading Rejo, Kota Pasuruan.

Dari bahan baku tersebut lalu dibagikan sama rata kepada masing-masing pengrajin dalam kelompok, untuk selanjutnya diolah dan dibentuk menjadi cobek setengah jadi.

Setelah berhasil dikeringkan dengan dijemur dalam terik matahari, biasanya pengrajin mengeluarkan ongkos kembali untuk bahan bakar tungku api berupa kayu bakar dan jerami, serta adanya tambahan biaya untuk tenaga angkut ke lokasi tungku yang sebelumnya telah dipersiapkan dan dibangun di satu tempat terdekat secara swadaya.

Tungku pembakaran cobek Dusun Pancen berada di tiga titik dengan kapasitas tungku sebanyak 3.000 cobek. Berlokasi di rumah warga bernama Sumarni, Parto dan Dahlan. Dan tungku pembakaran tersebut sekaligus sebagai gambaran bahwa terdapat tiga kelompok sebaran pengrajin cobek Dusun Pancen.

Dengan ukuran satu pick up bahan baku tersebut, cobek yang berhasil dibuat diketahui tidak lebih dari 3.000 biji, dengan menghabiskan waktu pembuatan lebih dari 1 bulan.

Jika harga tiap cobek dihitung sebesar Rp 700, nilai rupiah yang dikumpulkan secara global diperkirakan hanya mencapai Rp 2 juta. Dari jumlah tersebut, setelah dikurangi keseluruhan biaya, penghasilan bersih yang diperoleh hanya separuh saja yakni sebesar Rp 1 juta.

Tidak diketahui secara pasti, kapan warga di Dusun Pancen menjadi ahli membuat cobek tanah liat. Warga hanya menjelaskan, bahwa keahlian ini diwariskan turun temurun oleh nenek buyut mereka sejak puluhan tahun silam.

Dari keterangan yang didapat, warga yang mau bertahan belepotan dengan tanah liat saat ini tidak lebih dari 40 orang, dan hampir semuanya perempuan dengan usia 35 tahun hingga 70 tahun. Jumlah ini menurun tajam dibanding pada 10 sampai 20 tahun lampau yang sebarannya mencapai lebih dari 300 pengrajin.

Hilangnya para pengrajin ini, lantaran para muda sekarang enggan meneruskan usaha cobek karena dianggap hasil yang diperoleh tidak menarik, tidak sebanding dengan biaya dan tenaga yang telah dikeluarkan.

Namun, bagi mereka yang sudah ‘terjebak’ dan memiliki keahlian, usaha ini tetap menjadi pilihan meskipun sekarang sebagian besar usaha mereka bersifat sampingan.

Salah seorang pengrajin cobek, Sundari (35), ditemui di depan rumahnya, menuturkan bahwa aktifitas membuat cobek dimulai sejak ia masih berusia 15 tahun.

“Waktu kecil saya hanya membantu orang tua membuat cobek, hingga saat ini saya ganti meneruskan. Ya itung-itung menjaga tradisi orang tua,” ujar Sundari, saat beristirahat siang setelah membuat cobek.

Ia mengakui jika keahliannya ini dapat menambah penghasilan dan membantu suaminya yang sehari-hari sebagai tukang kayu di sebuah meubel di wilayah Bukir. Meskipun hasil yang diperoleh tidak sepadan dengan tenaga yang dikeluarkan.

Ungkapan senada juga diutarakan Sumarni (38), pengrajin cobek lainnya. Bahwa cobek yang selalu diidentikkan dengan Maulid Nabi ini, menjadi berkah tak ternilai, karena omset dan penghasilannya meningkat lipat dua kali dibanding hari-hari biasa.

Namun, secara polos Sumarni juga menuturkan selain kendala permodalan dan minimnya perhatian pemerintah, terutama juga adanya terjangan cobek terbuat dari plastik olahan pabrik yang menggempur pasar saat ini, telah menurunkan nilai jual cobek tanah liat.

“Waduh gimana ya, selama saya membuat cowek, pemerintah tidak pernah membantu saya,” ungkap Sumarni.

Sebagian masyarakat umum oleh Sumarni dianggap lebih memilih cobek berbahan plastik karena lebih praktis dan tidak mudah pecah.

Namun, Ia mewakili pengrajin cobek mempunyai keyakinan bahwa dengan terus membuat cobek berarti juga tetap menjaga nilai-nilai luhur budaya warisan nenek moyang.

Sementara itu, Moech. Arief Ilham, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Pasuruan mengakui bahwa pihaknya tidak dapat memberikan perhatian secara khusus terhadap perkembangan usaha mikro dan kecil seperti para pengajin cobek ini, karena program pengembangan sekarang ini tidak spesifik.

Selama ini, pemerintah hanya sebatas memberikan bantuan dalam bentuk pelatihan-pelatihan kepada pengrajin tanah liat secara umum. Seperti kepada pengrajin gerabah dan pengrajin tanah liat lainnya, agar dapat lebih meningkatkan produktifitas dan kualitas produk usaha tanah liat.

Bantuan permodalan, seperti yang dikeluhkan juga dijelaskan bukan lagi menjadi kewenangan Disperindag, karena saat ini kebijakan dan tanggung jawab beralih sepenuhnya ke pihak perbankan. Dalam hal ini Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur.

“Disperindag tidak ada anggaran untuk modal usaha, tidak seperti dulu. Sekarang kan ada kredit tanpa agunan, program Jamkrida (Jaminan Kredit Daerah) dari Propinsi melalui Bank Jatim,” papar Moech Arief Ilham, Kepala Disperindag Kota Pasuruan.

Namun, demikian pihaknya berjanji akan memberi prioritas kepada para pengrajin cobek dalam upaya pembinaan pengembangan meskipun bukan dalam bentuk saluran modal usaha. tj

Selasa, 01 Februari 2011

Banjir Terus Landa Pasuruan


PASURUAN – Banjir sepertinya tidak pernah berhenti menghampiri. Kali ini, terpantau 4 kecamatan yang tersebar di wilayah Kab dan Kota Pasuruan, diterjang banjir. Selasa (1/2).

Di Kabupaten Pasuruan, wilayah terdampak banjir berada di Kecamatan Kraton, Kecamatan Winongan serta Kecamatan Gondang Wetan.

Di dua wilayah tersebut ketinggian air memasuki rumah dan jalan-jalan pemukiman mencapai lebih dari 1 meter.

Bahkan di jalur pantura jurusan Surabaya – Banyuwangi tersebut, termasuk wilayah Kecamatan Kraton, mengakibatkan arus lalu lintas kendaraan terganggu macet.

Laju kendaraan dari dua arah tersendat hingga harus melintas secara bergantian agar tidak terjadi kecelakaan atau kejadian yang mungkin dapat memperparah arus lalu lintas.

Salah seorang warga Tambak Rejo, KecamatanKraton, Bambang (34), di sela-sela membantu kelancaran arus lalu lintas malam itu, mengatakan bahwa banjir menerjang kerap terjadi. Setidaknya sejak awal tahun ini terhitung, banjir sudah tiga kali menerjang daerahnya.

Masih seperti sebelumnya, banjir kali ini disebabkan aliran air sungai pecahan sungai Brantas yang melintasi wilayah Pasuruan meluap dan tidak mampu menampung debit air hujan yang terus mengguyur wilayah selatan Pasuruan dan wilayah Malang.

“Jika hujan deras terus di wilayah selatan, seperti Malang, kami pasti kebanjiran,” terang  Bambang.

Di wilayah Kecamatan Gondang Wetan, banjir terparah berada di Desa Bajangan. Selain merendam ratusan rumah, akses jalan alternatif menuju Malang dari arah Probolinggo juga terganggu meskipun tidak separah jalur pantura.

Untuk daerah Kecamatan Winongan, air dilaporkan hanya menyerang jalan-jalan utama desa, tidak sampai memasuki rumah warga.

Sementara di wilayah Kota Pasuruan terdampak banjir terdapat di dua Kecamatan Bugul Kidul berada di Kelurahan Tapaan, Kepel, serta Kelurahan Bugul Kidul; dan daerah langganan banjir Kelurahan Karang Ketug Kecamatan Gadingrejo.

Aktifitas yang dilakukan warga pagi tadi hanya membersihkan rumah dan perabotan dari sisa banjir.

Genangan air kotor bersama sampah banjir yang menggunung, di saluran air maupun pekarangan sekitar rumah, terlihat bakal menjadi ancaman sumber penyakit seperti diare dan gatal-gatal yang sewaktu-waktu menjangkiti warga.

Belum dihitung secara pasti berapa rumah warga warga yang terdampak banjir. Air terlihat sudah mulai surut baik yang berada di pemukiman maupun di jalan raya.

Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat (Bakesbang Linmas) Kabupaten Pasuruan mengatakan bahwa masih memantau dan menghitung kerugian adanya rumah-rumah warga yang terdampak banjir. tj