Jumat, 29 Oktober 2010

Desa Keduwung Bangun Akses Jalan

Ratusan warga Desa Keduwung, Kec Puspo, Kab Pasuruan, bergotong royong membuat jalan tembusan menuju daerah Kec Pasrepan. Jum'at (29/10).


PASURUAN - Warga Desa Keduwung, Kecamatan Puspo, Kab Pasuruan dalam waktu dekat bakal mendapat akses jalan tarnsportasi baru yang lebih mudah dan murah, setelah bergotong royong berhasil membuat jalur tembus baru berjarak hanya 14 kilometer menuju wilayah Kecamatan Pasrepan.

Pasalnya selama ini, warga Keduwung kesulitan menjual atau memasarkan berbagai hasil tani mereka, lantaran harus memutar dengan jarak tempuh lebih dari 25 kilometer menuju Pasar Besar Pasrepan, Kecamatan Pasrepan.

Sebagaian besar warga Desa Keduwung dapat mencukupi kebutuhan hidupnya dari berternak dan menjual hasil pertanian seperti labu siam, jagung serta singkong.

Selain memutar, yang lebih parah lagi, selama ini warga harus melintasi jalur berbahaya dengan menyebrang jurang Watu Karung yang curam dan berkelok tajam.

Jalan baru tersebut dibangun secara swadaya dengan memotong luas lahan secara sukarela milik warga setempat sepanjang 2,8 kilometer dengan lebar sekitar 5 meter.

Jalan sepanjang 2,8 KM tersebut akan melintasi sebuah hutan rakyat dan berakhir di Desa Galih, Kecamatan Pasrepan.

Salah satu warga Dusun Krajan, Desa Keduwung saat ditemui setelah melakukan kerja bhakti membuat jalan akses baru tersebut menyatakan kegembiraannya dan jalur ini nantinya diharapkan dapat lebih memacu roda perekonomian warga.

"Warga sekitar harus mengurangi separuh dari jumlah berat hasil tani yang diangkut ke pasar Pasrepan jika lewat jurang Watu Karung, terus memutar ke Puspo kemudian ke Pasrepan. Jadi dengan jalur ini mempermudah warga." ujar Riyali (35). Jum'at (29/10).

Warga berharap dalam waktu dekat, pemerintah setempat segera mengaspal jalan tembus tersebut sehingga dapat lebih dinikmati warga.

Sementara itu, Eddy Paripurna, Wakil Bupati Pasuruan, saat melakukan 'jajah deso' ke lokasi pembukaan jalur tembus di Desa Keduwung tersebut tampak cukup mengapresiasi kegiatan warga membangun jalan tersebut.

Pihaknya berjanji akan turut mempercepat sisa pekerjaan sepanjang 1,5 KM jalan jalur tembus Puspo - Pasrepan ini, agar Desa dengan jumlah warga sekitar 2.320 jiwa tersebut segera dapat memanfaatkannya secara baik dalam satu hingga dua bulan mendatang.

Namun, Eddy belum bisa memberikan kepastian kapan jalan rekyat ini dapat segera diaspal karena kondisi tanah pegunungan dianggapnya berbeda dengan kondisi tanah di dataran rendah.

"Kita lihat saja, kita tidak serta merta aspal, mengingat wilayahnya tanah pegunungan terlebih dahulu harus dikeraskan dengan tanah 'makadam' selanjutnya pengaspalan." pungkas Eddy Paripurna. tj

Rabu, 27 Oktober 2010

300 Ribu Rumah Tak Berlistrik

Seorang petugas PLN tengah mengontrol listrik milik warga
PASURUAN - Lebih dari 300 ribu rumah atau sekitar 38 % dari 800 ribu rumah tangga yang berada empat daerah yakni Kota Pasuruan, Kab Pasuruan, Kota Probolingo serta Kab Pasuruan yang termasuk dalam wilayah kerja Area Pelayan Jaringan (APJ) PLN Pasuruan belum tersambung aliran listrik.

Secara umum 300 ribu rumah tak berlistrik tersebut berada di pelosok pegunungan sehingga sulit terjangkau, diantaranya seperti Kecamatan Sukorejo, Purwodadi, Kab Pasuruan serta pinggiran daerah Kraksaan, Kab Probolinggo.

Angka tersebut diungkap oleh Manager APJ PLN Pasuruan, Sigit Witjaksono, disela-sela puncak peringatan sebuah program PLN yang kegiatannya dipusatkan di Perumahan Pesona Candi, Kelurahan Sekargadung, Kec Bugul Kidul, Kota Pasuruan. Rabu (27/10).

Padahal tiap tahun alokasi anggaran investasi untuk perluasan jaringan listrik dipenuhi, namun anggaran masih sangat terbatas dan sangat tergantung dari adanya alokasi anggaran dari APBN (pusat).

"Investasi perluasan jaringan listrik biasanya dalam bentuk Proyek Kelistrikan Desa dari APBN, sehingga kita tidak bisa berbuat banyak, tergantung kebijakan pusat." terang Sigit Witjaksono.

Anggaran yang tercover APJ PLN Pasuruan selama ini peruntukannya hanya untuk biaya operasional dan perawatan saja bukan termasuk untuk proyek perluasan jaringan.

Pada tahun 2010, Proyek kelistrikan desa dari pusat tersebut, APJ PLN Pasuruan hanya memperoleh "jatah" perluasan jaringan dengan membangun 2 gardu listrik untuk sekitar 500 rumah tangga pelanggan di 2 desa di sekitar Kab Pasuruan.

Diperkirakan dalam lima tahun ini dipastikan ratusan ribu rumah di wilayah kerja APJ Pasuruan masih kesulitan mendapat pasokan aliran listrik. Pasalnya APJ Pasuruan mengaku tidak mampu menjangkau perluasan jaringan dan pelayanannya karena benar-benar tergantung pada hasil alokasi anggaran dan putusan pemerintah pusat. tj

Sabtu, 23 Oktober 2010

Melihat Komunitas Berlian Di Pasuruan




Ngeker berlian-Aktifitas sehari-hari komunitas berlian
di daerah Kauman, Bangil.
PASURUAN- Ada yang menarik jika kita jalan-jalan pagi ke kampung daerah Kauman, Kecamatan Bangil, Kabupaten Pasuruan. Di tempat ini tampak sekelompok warga berkerumun memadati sejumlah teras rumah yang berada di sepanjang gang Kauman.

Dari jauh, sebagian mereka tampak tengah ngobrol santai dan sebagian lainnya terlihat sibuk menggosok-gosok membersihkan sesuatu, kemudian melihatnya dengan sebuah alat kaca pembesar seukuran ibu jari.

Setelah mencoba mendekat, wah, ternyata mereka adalah sekelompok pedagang permata batu berlian yang bernilai ratusan juta rupiah!. Terlihat tumpukan berlian beragam bentuk begitu indah serta berlian yang digunakan dalam bentuk perhiasan, seperti cincin atau kalung menawan, berada di depan mereka yang tengah duduk bersila di atas lantai.

Salah satu pedagang sekaligus perajin batu berlian, M. Yasin (40) mengaku bahwa seluruh pedagang berlian di gang kecil yang saat ini telah menjadi sentra jual beli berlian di wilayah Bangil ini adalah keturunan suku Banjar, Matapura, Banjarmasin, Propinsi Kalimantan Selatan.

Ia tertarik bergelut dan berprofesi sebagai perajin dan pedagang berlian selain karena hasil yang menggiurkan adalah karena rasa kagumnya akan keindahan kilau permata berlian.

Keahlian dan aktifitas tersebut mereka tekuni, lantaran mewarisi bakat dan tradisi dari nenek moyang yang sebelumnnya hijrah ke daerah Kauman ini pada tahun 1954 silam. Hingga saat ini menjadi sebuah komunitas pedagang permata dengan jumlah sekitar 60 orang.

Perajin dan pedagang ini, sebelumnya mengumpulkan batu intan kemudian diolah hingga terbentuk sebuah permata berlian cantik nan bernilai tinggi. Rata-rata batu intan yang digunakan diperoleh dari daerah Banjar karena terkenal lebih bermutu dibanding batu intan daerah lain.

Dengan keahliannya, sebuah batu intan dibentuk secara tradisional, hanya dengan sebuah mesin penghalus khusus hingga terbentuk pola berlian, mulai dari segi delapan, segi 24 hingga segi 32 yang gemerlap.

Harga yang ditawarkan juga bervariasi mulai dari puluhan juta hingga ratusan juta rupiah, disesuaikan dengan ukuran dan karat berlian.

"Dulu, sekitar 15 tahun lalu, jumlah orang yang berdagang tidak sebanyak ini, sekarang semakin banyak warga Banjar yang meneruskan hidup dengan berlian di Kauman." terang M. Yasin, sambil menempelkan berlian di ujung jarinya. Sabtu (23/10).

M. Yasin berhenti sejenak, lantaran kedua tangannya tengah sibuk mengumpulkan ceceran segenggam batu-batu permata warna-warni ke dalam sebuah tas terbuat dari kulit. Kemudian Ia pun melanjutkan dengan menceritakan bahwa saat ini omset penjualan mereka sedikit turun, namun yang membuat lebih cemas adalah semakin sulitnya memperoleh intan yang menjadi bahan baku berlian.

Ahmad Zaini (60) yang telah puluhan tahun bergelut dengan berlian, juga mengakui dengan beriringnya waktu jumlah para pecinta berlian kian berkurang sehingga cukup mempengaruhi tingkat pendapatannya.

Mewakili rekan-rekannya, Ia hanya bisa bermimpi komunitas berlian Kauman Bangil ini dapat lebih berkembang dan mendapat perhatian dari pemerintah setempat berupa kemudahan permodalan maupun kesempatan ruang dalam bentuk pameran sebagai ajang pengenalan kepada masyarakat banyak tentang batu permata berlian. tj

Rabu, 20 Oktober 2010

Jumlah Penduduk Kab Pasuruan Ranking 6 Di Jatim




Urip Supriyanto, Kepala BPS Kab Pasuruan.
PASURUAN - Jumlah penduduk di Kabupaten Pasuruan selama kurun 2000 - 2010, sesuai data Badan Pusat Statistik (BPS) sebesar 1.510.261 jiwa meningkat sebanyak 143. 656 jiwa dibanding tahun 2000 yakni sebesar 1.366.605 jiwa. 

Jumlah ini terkategori sangat tinggi di atas rata-rata propinsi, dengan menduduki peringkat ke-6 di tingkat Propinsi Jawa timur, dibawah Surabaya, Malang, Jember, Sidoarjo dan Banyuwangi. Jawa timur sendiri jumlah penduduknya tercatat sebanyak 37.476.011 jiwa.

Meskipun demikian, Kepala BPS Kab Pasuruan, Ir. Urip Supriyanto, mengungkapkan bahwa laju pertumbuhan penduduk per tahun dalam periode ini mengalami penurunan, jika dibandingkan dengan priode 1990 - 2000. 



Saat ini rata-rata laju pertumbuhan hanya 1 %, lebih kecil jika dibandingkan periode sebelumnya yang mencapai 3.98 % per tahun.

Dari peningkatan itu, Pasuruan wilayah barat yakni Kecamatan Gempol menempati urutan teratas dari priode sebelumnya yang hanya 108.171, pada 10 tahun terakhir ini meningkat menjadi 123.202 jiwa. Sedangkan, pertumbuhan penduduk terendah terjadi di daerah Kecamatan Tosari yang meningkat sekitar 1.066 jiwa menjadi 18.481 pada 2010 ini.

Namun, BPS masih belum mengetahui faktor-faktor yang dapat menentukan terjadinya peningkatan penduduk. Pihaknya hingga kini masih melakukan telaah dan analisis terkait lonjakan angka penduduk saat ini apakah terjadi akibat peningkatan kelahiran atau banyaknya masyarakat urban yang bermukim di wilayah Kab Pasuruan.

"Pertumbuhan rata-rata 1 persen saat ini relatif tinggi. Dan faktor-faktor lonjakan ini kan dipengaruhi 4 hal yakni lahir, mati, datang dan pergi. kami belum tahu secara detail merinci faktor tersebut menjadi angka." ungkap Urip Supriyanto, Kepala BPS Kab Pasuruan, saat ditemui di sela-sela acara sosialisasi kependudukan menyambut hari Statistik Dunia, di sebuah hotel di Kota Pasuruan. Rabu (20/10).

Ia melanjutkan kemungkinan informasi secara terperinci terkait faktor lonjakan ini serta jumlah peningkatan masyarakat miskin di wilayah kab Pasuruan dapat diperoleh pada akhir tahun ini. 

Sementara, dari angka 1.510.261 jiwa penduduk Kab Pasuruan, perbandingan jumlah laki-laki dengan perempuan tidak banyak berubah sebesar 97,96 pada tahun 2000 dan 97,97 pada tahun 2010. sedikit lebih banyak jumlah penduduk perempuan dibanding jumlah penduduk laki-laki.

Secara menyeluruh, kepadatan penduduk tahun ini mencapai rata-rata 1.205 jiwa per Km2, meningkat cukup signifikan dibanding tahun 2000 sebesar 927 jiwa per Km2. Dari angka tersebut kepadatan tertinggi berada di wilayah kecamatan Pandaan sebesar 2.430 jiwa per Km2 dan kepadatan terendah pada daerah kecamatan Tosari yakni sebesar 189 jiwa per Km2. tj

Minggu, 03 Oktober 2010

Kado Banteng Jawa TSI Prigen

Bayi banteng diapit sejumlah banteng dewasa.
 PASURUAN - Taman Safari Indonesia (TSI) II Prigen, Pasuruan, kembali mendapat kado special dalam upayanya melakukan konservasi satwa dilindungi.

Kali ini seekor seekor bayi banteng jawa (Bos javanicus) berhasil dilahirkan. Bayi banteng jawa itu dilahirkan pada 23 September 2010 secara normal berjenis kelamin jantan, dengan berat lahir sekitar 35 Kg.

Bayi banteng endemic Indonesia ini lahir dari pasangan indukan Andien, 3,5 tahun, dengan pejantan Silir yang telah berusia 10 tahun.

“setelah mengalami masa kebuntingan sekitar 9 bulan, banteng kami berhasil melahirkan seekor bayi dengan selamat.” Ujar Michael Sumampau, general manajer TSI II Prigen. Minggu (3/10).

Hal ini dikatakan sebagai sesuatu hal yang membanggakan dikaitkan dengan upaya pelestarian alam dan satwa di Indonesia. Pasalnya populasi dan keberadaan satwa yang ada di daerah ujung timur pulau jawa yakni Banyuwangi, kian waktu mengalami penurunan.

Penurunan jumlah populasi banteng jawa ini, selain factor cuaca dan alam, yang lebih parah adanya perburuan liar yang dilakukan oleh manusian.

“Populasi banteng jawa saat ini mengalami penurunan cukup tajam. Hal ini dikarenakan adanya perubahan musim, rusaknya hutan habitat alaminya, atau adanya predator pemangsa. Cuman yang lebih mengerikan adanya perburuan liar oleh manusia yang tak bertanggung jawab.” Lanjut Michael panjang lebar.

Dengan kelahiran ini, jumlah banteng jawa yang ada tempat penangkaran TSI II Prigen berjumlah menjadi 22 ekor banteng. 5 diantaranya masih berusia dibawah 1 tahun. tj

Dibalik Kasus Pencurian 2 Pohon Singkong

Supriyadi (40), terdakwa pencuri singkong.
PASURUAN – Perkara hukum pencurian 2 pohon singkong senilai Rp 2.000,- yang didakwakan kepada diri Supriyadi (42), warga Dusun Sentono RT 18/ RW 19, Desa Wrati, Kec Kejayan, Kab Pasuruan menyisakan berbagai pertanyaan.

Di luar pengadilan, baik Supriyadi maupun keluarganya menyatakan jika singkong yang diambil tersebut terletak di lahan warisan Nuradjid, ayah Supriyadi.

Sejumlah pihak menyebut kasus pencurian singkong ini sebagai sebuah ironi hukum.

Salah satu kerabat Supriyadi bernama Subari (56), saat berada di PN Bangil beberapa waktu lalu, mengatakan heran, kenapa proses hukum terkait pencurian singkong yang dituduhkan oleh Satunah kepada Supriyadi ini terus berlanjut bahkan sampai ke meja hijau Pengadilan.

Subari juga mengaku jika dirinya sudah mengenal sangat baik kedua pihak keluarga  yang terlibat dalam masalah ini.

H. Hanafi maupun Satunah selama ini masih menjadi teman dekatnya, sementara, keluarga Nuradjid, meskipun cukup jauh  masih ada pertalian kekerabatan.

Menurutnya, pihak-pihak seperti Kantor Desa, Kepolisian maupun pihak Kejaksaan seharusnya mampu lebih bijak dengan melakukan mediasi agar perkara “kecil” yang terjadi pada 27 Desember 2009 ini dapat diselelesaikan secara damai penuh kekeluargaan.

Kerabat Supriyadi yang berada di Dusun Sompyoh, Desa Luwuk, Kec Kejayan, Kab Pasuruan ini, mengetahui Supriyadi terlibat hukum pencurian setelah perkaranya hendak dilimpahkan ke PN Bangil.

Masalah ini dianggap janggal, karena status tanah tempat Supriyadi mencabut singkong masih dalam sengketa. Luas tanah yang disengketakan diperkirakan sekitar 10.330 M2.

“Polisi kok bisa berani terus ngangkat (proses hukum Supriyadi). Kalau nanti Supriyadi mengajukan gugatan perdata dan menang atas sengketa tanah ini, sementara Supriyadi dinyatakan salah dan kemudian dihukum karena mencuri di lahannya sendiri. Bagaimana?”  kata Subari penuh keheranan.

Ia berharap kasus hukum ini segera tuntas dan hakim memutus bebas kepada Supriyadi. Sehingga masalah perdata terkait sengketa tanah ini dapat segera diselesaikan.

Pada kesempatan yang berbeda, Subandi (40), adik kandung Supriyadi, di sebuah warung di kampungnya di Desa Ambal Ambil, Kec Kejayan, Kab Pasuruan, mencoba mengurai kesaksiannya terkait sengketa lahan antara keluarganya dengan pihak keluarga Satunah, yang saat ini tengah dihadapinya.


Subandi (40), menunjukkan pernyataan mantan Kades Suwandi. 
Bahwa sebelumnya, sebidang tanah dengan luas 10.330 M2 yang disengketakan itu merupakan milik Nuradjid setelah mendapat hak waris dari Mat San bin Musa, kakeknya.

Hal itu dibuktikan dengan adanya letter petok ‘D’ maupun surat ketetapan iuran pembangunan atau biasa disebut petok ‘C’ dengan nomor 860 yang tervalidasi sekitar tahun 1972 .

Kronologis terjadinya sengketa tanah tersebut bermula adanya transaksi ‘jual sewa’ pada 9 Agustus 1986, antara ayahnya yakni Nuradjid dengan H. Hanafi ayah Satunah.

Perjanjian sewa waktu itu dikatakan, jika pihak H. Hanafi membayar Rp 1,1 juta kepada Nuradjid dan berhak menggunakan lahan seluas 10.330 M2 itu.

Sementara masa penggunaan lahan sewa selama 11 tahun, dimulai pada tahun 1987.

Namun, belakangan, keluarga Satunah tiba-tiba memiliki surat perjanjian ‘jual beli’ tertanggal 9 Agustus 1986.

Anehnya, pada surat perjanjian itu tertulis 2 saksi ahli waris Nuradjid bernama Aswadi dan Aspandi.

“Dua nama itu (Aswadi dan Aspandi) yang kami tahu adalah putra Bapak Bronto, juga warga Wrati, Kejayan sini. Bukan anak Nuradjid bapak saya.” Ungkap Subandi.

Subandi menyebutkan jika putra putri yang menjadi Ahli waris Nuradjid ada empat orang yakni kakak perempuannya Hanifah (45), Supriyadi (42) yang saat ini terjerat kasus pencurian singkong, dirinya sendiri Subandi (40) dan terakhir Affandi (25).

Dalam perjanjian “jual beli” yang diduga palsu itu, diketahui dan ditandangani oleh Sekretaris Desa (Sekdes) bernama Sanai, mengatasnamakan Kepala desa (Kades) Suwandi yang menjabat kala itu.

Subandi kemudian menunjukkan sebuah copy lembaran surat pernyataan dari mantan Kades Suwandi tertanggal 24 Mei 2009, yang menyatakan jika pada tanggal 9 Agustus 1986 itu tidak ada transaksi atau perjanjian jual beli tanah yang terjadi antara pihak Nuradjid selaku penjual dengan H. Hanafi selaku pembeli tanah.

Bahkan Suwandi yang menjabat Kades dalam kurun 1982 – 1989 tersebut kemudian mendaftarkan surat pernyataannya untuk disahkan, ke notaris Muh. Shodiq, SH dengan nomor 211/GW/NOT/MS/XI/2009.

Sesaat setelah menghisap rokok kreteknya, Subandi melanjutkan bahwa keluarganya kembali terkejut tatkala ayahnya, Nuradjid pada tahun 1998 “ditolak” saat mencoba meminta kembali tanah miliknya kepada H. Hanafi dan Satunah.

Pada tahun ini seharusnya tanah yang disewa H. Hanafi bersama Satunah kepada Nuradjid habis masa waktunya.

Nuradjid, kemudian mencoba meminta tanahnya melalui kantor desa Wrati, yang waktu itu jabatan kepala desa sudah berganti kepada Saroni.

Namun, Nuradjid semakin terpukul karena kantor desa bersama keluarga H. Hanafi menunjukkan lembaran ‘bukti baru’ jika tanah tersebut sudah berbalik nama menjadi milik Satunah, anak H. Hanafi.

Lembaran bukti baru atas tanah atas nama milik Satunah itu adalah sebuah lembaran surat petok ‘C’ dengan nomor 1297 tertanggal 6 Agustus 1989.

“Kami tidak tahu dan kaget ada peralihan tanah itu. Kami menduga ada rekayasa (peralihan kepemilikan tanah).” Lanjut Subandi.

Meskipun tidak bisa menyebut siapa orang yang melakukan rekayasa pemalsuan peralihan kepemilikan tanah dari Nuradjid kepada H. Hanafi. Namun, Subandi tidak menolak saat ditanya orang yang mampu dan bertanggung jawab melakukan peralihan ‘palsu’ itu bisa saja seorang perangkat desa atau kepala desa setempat.

Pada tahun 1989 itu kepala desa Wrati masih dijabat oleh Suwandi. Padahal mantan kades Suwandi dalam pernyataan tertulisnya menegaskan jika selama menjabat (1982-1989), tidak ada proses peralihan untuk tanah milik Nuradjid kepada pihak lain.

Sementara kala Saroni menjabat sebagai kepala desa kurun 1990 – 1998 disebutkan juga sama sekali tidak ada peralihan kepemilikan dengan menerbitkan petok ‘C’ tanah dimaksud.

Mulai saat itu, berbagai perundingan antara kedua pihak untuk menyelesaikan masalah tanah ini terus dilakukan.

Hingga tahun 2000, keluarga Nuradjid mencoba menyelesaikannya melalui jalur hukum secara perdata dengan melapor ke kantor kepolisian sektor Kejayan. Tapi ternyata, hingga beberapa waktu laporan itu tidak ditanggapi.

Keluarga Nuradjid akhirnya kembali ‘menggugat’ haknya ke kantor desa dan kembali melakukan sejumlah perundingan.

Namun, tetap saja mendapat hasil mengecewakan hingga muncul permintaan kades periode saat ini, yakni Sudjiono, untuk menjual saja lahan tersebut ke orang lain, kemudian uang hasil penjualan tersebut dibagikan secara merata kepada kedua pihak.

Solusi yang ditawarkan kades Sudjiono dengan cara menjual tanah ke orang lain itu karuan langsung ditolak mentah-mentah.

Keadaan semakin rumit, tatkala Nuradjid yang menjadi saksi kunci kasus sengketa tanah ini meninggal pada 1 januari 2007.

Sementara, Satunah saat ditemui terpisah dalam waktu yang berbeda di rumahnya di Dusun Kluntungan tetap bersikukuh jika tanah itu adalah tanah yang sudah menjadi hak miliknya.

Pada tahun 1986, tanah itu telah dibeli ayahnya dengan dibuktikan adanya surat perjanjian jual beli tanah antara Nuradjid dengan H. Hanafi.

“Bapak saya itu orangnya lugu, tani tuleen. Ga’ pernah macam-macam sama orang!” tegas Satunah.

Saat disinggung mengenai laporannya kepada diri Supriyadi. Satunah tetap bertahan dan mengatakan jika Supriyadi telah mencuri singkong yang dia tanam di lahan yang disebut sebagai lahannya.

Karena merasa menjadi waris, tanah tersebut kemudian dialihkan dengan letter petok ‘C’ nomor 1297 tertanggal 6 Agustus 1989.

Dengan harap-harap cemas, masing-masing kedua pihak saat ini masih menunggu datangnya kebajikan dan kebijakan aparat penegak hukum untuk tetap berlaku adil dan tajam dalam melihat segala persoalan. tj